Logistik Halal


Gambar 1.1. Perkembangan Logistik Halal

Permintaan terhadap produk halal di dunia semakin hari semakin meningkat. Tidak hanya makanan, konsumen pun menginginkan kometik hingga produk farmasi yang halal untuk mereka. Permintaan terhadap ketiga kategori ini begitu tinggi. Thomson Reuters (2015) memperkirakan pada tahun 2019 pasar makanan halal bernilai US$ 2,537 miliar (21% dari pengeluaran global), pasar kosmetik halal menjadi US$ 73 miliar (6,78% dari pengeluaran global), dan kebutuhan personal yang halal yaitu US$ 103 miliar (6,6% dari pengeluaran global).
“Untuk pasar terbesar makanan halal, yaitu Indonesia sebesar US$ 190 miliar, Tuki US$ 168 miliar, dan Pakistan menempati urutan ketiga sebesar US$ 108 miliar.  Lalu, Indonesia juga berada diurutan ketiga untuk pasar farmasi terbesar yaitu US$ 4,9 miliar. Sementara, itu Indonesia tidak menjadi pasar terbesar untuk kosmetik halal,” ujar Marco Tieman, CEO IBB International saat memberikan workshop tentang Manajemen Rantai Pasok Halal di kantor Markplus, Jakarta, Kamis (26/3/2015).

Gambar 1.2 Rantai Pasok Halal


Tieman mengatakan bahwa halal ini sudah menjadi isu bagi para muslim dalam menjalankan kehidupan mereka. Jumlah muslim setiap tahunnya berkembang. Ada beberapa kewajiban yang harus didasarkan dari keyakinan yang dianut, contohnya dalam mengonsumsi makanan, muslim dilarang memakan daging babi dan anjing. Makanya, kebutuhan halal menjadi sangat penting. Untuk itu, menurut Tieman, perusahaan perlu menyadari pentingnya menerapkan manajamen rantai pasok produk halal ini.


Biasanya orang akan membeli produk halal mereka pada toko muslim. Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan dari konsumen untuk membeli produk atas dasar kepercayaan bahwa toko tersebut tidak akan menjual produk yang haram. Meskipun banyak perusahaan non-muslim yang menjual produk halal. Dan, dalam Islam sendiri tidak ada larangan untuk membeli produk dari non-muslim selama produk itu halal. Untuk memastikan produk halal harus ada sertifikasi. Konsumen dapat mengetahui apakah produk itu ada berdasarkan label halal atau tidak yang ada pada kemasan.
Pada distributor atau restoran di hotel yang ingin mendapatkan sertifikasi halal dari MUI, maka harus mendaftarkan perusahaan, lalu MUI akan melakukan cek produksi hingga melakukan inspeksi tanpa pemberitahuan. Bila produk sudah dinyatakan halal, maka akan mendapatkan label halal dari MUI,” jelas Tieman.

Untuk memastikan manajemen rantai pasok halal, ada standar yang berbeda untuk memastikan suatu produk itu halal. Sertifikasi halal ini didapatkan dari partner rantai pasok, yaitu penyalur, produser, logistik, ritel dan lainnya. Sehingga dari hulu sampai hilir harus benar-benar halal. Dari sisi logistik, pengiriman produk halal harus dipisah dari produk haram. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi produk haram tersebut.


1.3 Rumah Logistik Halal

Mengapa Logistik Halal ?


1.4. Logistik Halal


Supply Chain Management Halal Produk Kosmetik


                                                       
Gambar 1.1 Kosmetik

Menurut Permenkes 220 tahun 1976, Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat (Gede Agus Beni Widana, 2014). Sedangkan menurut peraturan BPOM RI No. HK.00.05.42.1018 definisi bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik (BPOM RI, 2008).
        Beberapa contoh produk kosmetik sesuai dengan definisi diatas antara lain : skin moisturizers (pelembab kulit), parfum, lipstik, pewarna kuku, peralatan rias wajah dan mata, shampo, permanent waves, pewarna rambut, pasta gigi, dan deodoran (Jr., 2009). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia juga memberikan pengertian yang hampir sama dengan Mohammadian mengenai definisi kosmetik. Hal ini dituangkan dalam Bab I Pasal 1 PERMENKES RI Nomor 1175 tahun 2010 (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
      Kosmetika dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian antara lain : pertama, golongan pembersih (sampo, sabun mandi, sabun pembersih wajah, pasta gigi). Kedua, perawatan atau pemeliharaan (lotion, pelembab, sun block, body scrub, bleaching cream, masker cream, dan lain-lain). Ketiga, aksesoris dan dekorasi (bedak, lipstik, eye shadow, spary, deodorant, parfum, blush on, nail paint, hair extension, whitening lotion, liquid foundation, cover mark, cream foundation dan lain-lain). Keempat, modifikasi yang dapat mengubah bentuk (cream pemutih wajah, penghilang keriput, dan lain-lain) (Dr. H. Mashudi, 2015).


Supply Chain Management Halal Produk Kosmetik

Setiap produk yang boleh dikonsumsi sesuai dengan pandangan islam atau syariah, seperti daging merah, daging unggas, makanan mentah, kosmetik, obat-obatan, perhotelan , asuransi, keuangan, perbankan , pariwisata , rantai pasokan dan banyak lagi (Norafni Farlina Rahim, 2013). Pada tataran makanan halal, tieman berpendapat mengenai standart halal terbaru untuk regulasi produksi makanan, persiapan, pemindahan, dan penyimpanan ke dalam beberapa tingkatan akan tetapi tidak menjamin kualitas halal dari produk pada tingkat konsumsi (Tieman M. , 2006). Dia menekankan bahwa logistik halal memiliki peranan penting pada integrasi halal rantai pasok dari hulu ke hilir (Tieman M. , Effective Halal Supply Chains, 2007). Sebaliknya, karena kurangnya pengetahuan konsumen mengenai kontaminasi silang di semua bagian rantai pasokan (Bonne & Verbeke, 2008) dan berdasarkan rantai pasokan arab, untuk pemeliharaan integrasi makanan halal, sebuah rantai pasok halal dibutuhkan dan untuk menjaga integrasinya, kebijakan halal s perlu diaplikasikan pada rantai pasok (Mohammadian & Hajipour, 2015). Sebuah definisi lengkap dari kebijakan rantai pasok halal dijelaskan sebagai berikut :

“kemampuan organisasi melindungi integrasi halal pada supply chain; cakupan sertifikasi halal; level konsumen atau jaminan konsumen (perjanjian); dan metode assurance (mekanisme kontrol; aspek luar seperti badan pengawas halal, petugas inpeksi dan penilaian halal)”

Pada cakupan rantai pasok kosmetik, terdapat batasan pembelajaran khususnya di arena halal. Kebutuhan dasar untuk produk kosmetik halal, berdasarkan pada hukum islam (syariah), harus dipenuhi oleh industri kosmetik halal pada semua tahapan rantai pasok kosmetik termasuk penerimaan, persiapan, proses, penyimpanan, dan pengemasan, pelabelan, kontrol, pemindahan, pengangkutan dan distribusi (20). Berdasarkan sudut pandang orang islam, produk yang higienis dan bersih memilihi supply chain yang terintegrasi. Selain itu, konsep dari manajemen yang efektif pada produksi produk kosmetik halal membutuhkan tiga aktivitas pendukung termasuk perencanaan kualitas; Quality Assurance dan kontrol kualitas dan pengembangan(22). Pengembangan integrasi halal yang sempurna melewati sebuah sistem supply chain terintegrasi dengan daftar komponen halal positiv, pengadaan, sertivikasi, prosedur manufaktur atau produksi dan sistem pelacakan dari rantai pasok yang disebut HALQ, penyatuan GMP, HACCP, Halal, dan Toyyiban.

Introduction Halal Supply Chain Management

      Di Indonesia perkembangan teknologi saat ini sangat membantu pengusaha dan bagi prioritas baru untuk memenuhi permintaan atas prodak baik di dalam daerah maupun luar daerah. Dalam memenuhi permintaan konsumen, pengusaha dituntut untuk menciptakan produk yang dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan batin konsumen. Hal ini mengakibatkan persaingan antara pengusaha yang satu dengan lainya dalam menjaga kualitas dan kuantitas produknya.
        Keunggulan dalam bersaing dapat bergantung pada hubungan yang strategis jangka panjang yang dekat dengan sedikit pemasok, pengusaha harus mencari integrasi dari strategi yang dipilih pada rantai pemasokan secara menyeluruh. Keberhasilan yang diraih tidak luput dari ketekunan dari strategi yang di terapkan.
         Pengusaha harus memutuskan suatu strategi rantai pasokan dalam rangka memperoleh barang dari luar, salah satu strategi adalah pendekatan bernegosiasi dengan banyak pemasok satu dengan yang lainnya. Kedua membangun hubungan kemitraan jangka panjang dan untuk memuaskan pelanggan dengan strategi ini para pemasok menanggapi tentang permintaan untuk penawaran produk.

1. Konsep Supply Chain Management (SCM)
Manajemen rantai pasokan (Supply Chain Management) adalah sebuah sistem yang melibatkan proses produksi, pengiriman, penyimpanan, distribusi dan penjualan produk dalam rangka memenuhi permintaan akan produk tersebut rantai pasokan didalamnya termasuk seluruh proses dan kegiatan yang terlibat didalam penyampaian produk tersebut sampai ketangan pemakai atau konsumen (Wuwung 2013). semua itu termasuk proses produksi pada manufaktur, sistem transportasi yang menggerakan produk dari manufaktur sampai ke outlet retail, gudang tempat penyimpanan produk tersebut, pusat distribusi tempat dimana pengiriman dalam lusin besar dibagi kedalam lusin kecil untuk dikirim kembali ke toko-toko dan akhirnya sampai ke pengecer sampai pelanggan.
       Dalam hubungan ini ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan dengan kepentingan yang sama. Berikut ini merupakan pemain utama yang terlibat dalam supply chain (Indrajit 2006);


a. Chain 1: Suppliers
Rantai pada supply chain dimulai dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan mulai. Bahan pertama ini biasa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagang, subassemblies, suku cadang atau barang dagang. Sumber pertama ini dinamakan suppliers.

b. Chain 1-2 : Suppliers – Manufacturer
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer yang merupakan tempat untuk melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, mengasembling, merakit, mengkonversi ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan kedua mata rantai tersebut sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, penghematan inventory carrying cost dengan mengembangkan konsep supplier parrtnering.

c. Chain 1-2-3: Supplier – Manufacturer – Distribution
Dalam tahap ini barang jadi yang dihasilkan oleh manufacturer disalurkan kepada pelanggan, dimana biasanya menggunakan jasa distributor atau wholesaler yang merupakan pedagang besar dalam jumlah besar.

d. Chain 1-2-3-4: Supplier – Manufacturer – Distribution – Retail Outlets
Dari pedagang besar kemudian barang disalurkan ke toko pengecer (retail outlets). Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada pelanggan, namun secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas.

e. Chain 1-2-3-4-5: Supplier – Manufacturer – Distribution – Retail Outlets – Customer
Para pengecer atau retailers menawarkan barangnya langsung kepada pelanggan. Yang termasuk outlets adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, mall, dan sebagainya. Adapun customer dalam konteks ini merupakan mata rantai terakhir yang dilalui supply chain sebagai end-user.

2. Konsep Halal Supply Chain Management


                                                
                                               Gambar 1. 1 Prinsip Logistik Halal


Dalam ensiklopedia hukum islam, halal memiliki arti segala sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak dihukum jika menggunakannya, atau sesuatu yang boleh dikerjakan menurut syara’. Sedangkan DEPAG RI (Departemen Agama Republik Indonesia) mendefinisikan halal sebagai sesuatu yang boleh menurut ajaran islam (Departemen Agama RI, 2003).
          Halal merupakan sebuah istilah dalam Al Qur’an yang berarti diijinkan, diperbolehkan, sah atau legal. Sedangkan Haram merupakanlawan kata Halal yang berarti terlarang, tidak sah atau ilegal. Berdasarkan Syari’ah, semua pembahasan mengenai halal dan haram beserta semua perselisihan diantara keduanya harus dirujuk kepada Al-Qur’an dan sunnah (Hadist) (Miskam, Othman, & Hamid, 2015).
           Setiap kali aktifitas perekonomian lebih banyak halalnya dan lebih jauh dari subhat merupakan hal yang lebih utama dan bagus, seperti dijelaskan dalam hadist Nabawi sebagai berikut (H. Asmuni Solihan Zamakhsyari 2006);
1. Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang artinya “ tidaklah seseorang memakan apapun yang lebih baik dari pada dia memakan dari hasil pekerjaan tanganya; dan sesungguhnya Nabiyullah Dawud makan dari hasil pekerjaan tanganya.”

2. Hadist yang diriwayatkan Rafi’ bin Khudaij, ia berkata, “ Rashulullah Sallalahu Alaihi Wa Sallam ditanya, Apakah Pekerjaan yang paling bagus, atau paling utama? Beliau menjawab, pekerjaan seseorang dengan tanganya, dan setiap dagang yang bagus.”

3. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan Darimi, yaitu : Sesuatu yang halal adalah jelas, dan sesuatu yang haram adalah jelas. Dan diantara keduanya adalah sebuah bagian dengan keragu-raguan yang banyak orang tidak mengetahuinya. Jadi siapa yang menjauhkan diri dari hal tersebut, ia telah membebaskan dirinya (dari kesalahan). Dan siapa yang jatuh ke dalamnya, ia masuk pada posisi haram. (Omar & dkk)

Kemudian halal di lihat dari sektor industri, halal dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan, objek atau perilaku dimana individu memiliki kebebasan pilihan dan dalam pelaksanaannya tidak disertai pahala maupun dosa atau konsekuensi tertentu. Halal mungkin telah diidentifikasi oleh bukti eksplisit dalam syariat atau dengan mengacu pada praduga pembolehan (ibahah) (Kamali, 2013).
       Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa halal merupakan suatu tindakan, objek atau perilaku yang diijinkan, diperbolehkan, secara sah atau legal menurut ajaran Islam baik berhubungan dengan ibadah, muamalah maupun mu’asharah.