Di Indonesia perkembangan teknologi saat ini sangat membantu pengusaha dan bagi prioritas baru untuk memenuhi permintaan atas prodak baik di dalam daerah maupun luar daerah. Dalam memenuhi permintaan konsumen, pengusaha dituntut untuk menciptakan produk yang dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan batin konsumen. Hal ini mengakibatkan persaingan antara pengusaha yang satu dengan lainya dalam menjaga kualitas dan kuantitas produknya.
Keunggulan dalam bersaing dapat bergantung pada hubungan yang strategis jangka panjang yang dekat dengan sedikit pemasok, pengusaha harus mencari integrasi dari strategi yang dipilih pada rantai pemasokan secara menyeluruh. Keberhasilan yang diraih tidak luput dari ketekunan dari strategi yang di terapkan.
Pengusaha harus memutuskan suatu strategi rantai pasokan dalam rangka memperoleh barang dari luar, salah satu strategi adalah pendekatan bernegosiasi dengan banyak pemasok satu dengan yang lainnya. Kedua membangun hubungan kemitraan jangka panjang dan untuk memuaskan pelanggan dengan strategi ini para pemasok menanggapi tentang permintaan untuk penawaran produk.
1. Konsep Supply Chain Management (SCM)
Manajemen rantai pasokan (Supply Chain Management) adalah sebuah sistem yang melibatkan proses produksi, pengiriman, penyimpanan, distribusi dan penjualan produk dalam rangka memenuhi permintaan akan produk tersebut rantai pasokan didalamnya termasuk seluruh proses dan kegiatan yang terlibat didalam penyampaian produk tersebut sampai ketangan pemakai atau konsumen (Wuwung 2013). semua itu termasuk proses produksi pada manufaktur, sistem transportasi yang menggerakan produk dari manufaktur sampai ke outlet retail, gudang tempat penyimpanan produk tersebut, pusat distribusi tempat dimana pengiriman dalam lusin besar dibagi kedalam lusin kecil untuk dikirim kembali ke toko-toko dan akhirnya sampai ke pengecer sampai pelanggan.
Dalam hubungan ini ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan dengan kepentingan yang sama. Berikut ini merupakan pemain utama yang terlibat dalam supply chain (Indrajit 2006);
a. Chain 1: Suppliers
Rantai pada supply chain dimulai dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan mulai. Bahan pertama ini biasa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagang, subassemblies, suku cadang atau barang dagang. Sumber pertama ini dinamakan suppliers.
b. Chain 1-2 : Suppliers – Manufacturer
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer yang merupakan tempat untuk melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, mengasembling, merakit, mengkonversi ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan kedua mata rantai tersebut sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, penghematan inventory carrying cost dengan mengembangkan konsep supplier parrtnering.
c. Chain 1-2-3: Supplier – Manufacturer – Distribution
Dalam tahap ini barang jadi yang dihasilkan oleh manufacturer disalurkan kepada pelanggan, dimana biasanya menggunakan jasa distributor atau wholesaler yang merupakan pedagang besar dalam jumlah besar.
d. Chain 1-2-3-4: Supplier – Manufacturer – Distribution – Retail Outlets
Dari pedagang besar kemudian barang disalurkan ke toko pengecer (retail outlets). Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada pelanggan, namun secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas.
e. Chain 1-2-3-4-5: Supplier – Manufacturer – Distribution – Retail Outlets – Customer
Para pengecer atau retailers menawarkan barangnya langsung kepada pelanggan. Yang termasuk outlets adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, mall, dan sebagainya. Adapun customer dalam konteks ini merupakan mata rantai terakhir yang dilalui supply chain sebagai end-user.
2. Konsep Halal Supply Chain Management
Gambar 1. 1 Prinsip Logistik Halal
Dalam ensiklopedia hukum islam, halal memiliki arti segala sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak dihukum jika menggunakannya, atau sesuatu yang boleh dikerjakan menurut syara’. Sedangkan DEPAG RI (Departemen Agama Republik Indonesia) mendefinisikan halal sebagai sesuatu yang boleh menurut ajaran islam (Departemen Agama RI, 2003).
Halal merupakan sebuah istilah dalam Al Qur’an yang berarti diijinkan, diperbolehkan, sah atau legal. Sedangkan Haram merupakanlawan kata Halal yang berarti terlarang, tidak sah atau ilegal. Berdasarkan Syari’ah, semua pembahasan mengenai halal dan haram beserta semua perselisihan diantara keduanya harus dirujuk kepada Al-Qur’an dan sunnah (Hadist) (Miskam, Othman, & Hamid, 2015).
Setiap kali aktifitas perekonomian lebih banyak halalnya dan lebih jauh dari subhat merupakan hal yang lebih utama dan bagus, seperti dijelaskan dalam hadist Nabawi sebagai berikut (H. Asmuni Solihan Zamakhsyari 2006);
1. Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang artinya “ tidaklah seseorang memakan apapun yang lebih baik dari pada dia memakan dari hasil pekerjaan tanganya; dan sesungguhnya Nabiyullah Dawud makan dari hasil pekerjaan tanganya.”
2. Hadist yang diriwayatkan Rafi’ bin Khudaij, ia berkata, “ Rashulullah Sallalahu Alaihi Wa Sallam ditanya, Apakah Pekerjaan yang paling bagus, atau paling utama? Beliau menjawab, pekerjaan seseorang dengan tanganya, dan setiap dagang yang bagus.”
3. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan Darimi, yaitu : Sesuatu yang halal adalah jelas, dan sesuatu yang haram adalah jelas. Dan diantara keduanya adalah sebuah bagian dengan keragu-raguan yang banyak orang tidak mengetahuinya. Jadi siapa yang menjauhkan diri dari hal tersebut, ia telah membebaskan dirinya (dari kesalahan). Dan siapa yang jatuh ke dalamnya, ia masuk pada posisi haram. (Omar & dkk)
Kemudian halal di lihat dari sektor industri, halal dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan, objek atau perilaku dimana individu memiliki kebebasan pilihan dan dalam pelaksanaannya tidak disertai pahala maupun dosa atau konsekuensi tertentu. Halal mungkin telah diidentifikasi oleh bukti eksplisit dalam syariat atau dengan mengacu pada praduga pembolehan (ibahah) (Kamali, 2013).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa halal merupakan suatu tindakan, objek atau perilaku yang diijinkan, diperbolehkan, secara sah atau legal menurut ajaran Islam baik berhubungan dengan ibadah, muamalah maupun mu’asharah.